Pages

Rabu, 30 Januari 2013

Sistem Penggajian Crew dan Pengaruhnya terhadap Perilaku


1. Sistem Premi Plus Dropping  Dengan sistem ini Crew (Driver dan Kenek) dibayar sejumlah uang tertentu untuk setiap satu rit ataupun satu PP. Tidak tergantung jumlah penumpang berapapun Crew menerima jumlah uang yang sama untuk tiap rit / PP rute perjalanan yang sama. Misalnya Sopir dapat 200 Ribu, Kenek dapat 100 Ribu. Sistem ini biasanya digabung dengan sistem Dropping yang meliputi Uang BBM, Toll, TPR (Retribusi Terminal). Sistem ini banyak diterapkan Operator Bis Malam pada masa krisis kemarin. Dengan sistem Premi dan Dropping ini biasanya Crew suka berhemat solar supaya ada sisa uang Dropping yang masuk ke kantong mereka sebagai tambahan. Akibatnya bus berjalan lemot, tapi mesin, ban dan spare parts jadi awet. PO yang menerapkan sistem ini biasanya mengharamkan sarkawian.

2. Sistem Premi Murni. Sistem ini pada dasarnya sama dengan sistem di atas, bedanya uang solar tidak dipatok sehingga berapapun biaya BBM dibayar perusahaan. Crew tinggal menjalankan kendaraan. Akibatnya bis akan ngejozz. Ban dan mesin cepat aus, tapi penumpang puas. Sistem ini juga banyak dipakai di bus malam yang suka ngejozz. Dengan sistem ini, biasanya PO melarang keras segala bentuk sarkawian.
 
3. Sistem Setoran.  Sistem ini lazim dipakai di bus bumel abal-abal (odong-odong). Si pemilik bus menetapkan uang setoran sejumlah tertentu untuk setiap satu PP. Crew tidak dibekali uang tapi cari uang sendiri. Crew hanya dibekali bis dengan solar penuh saat berangkat dan Crew harus membawa bus kembali ke garasi dengan solar penuh (dibayar oleh Crew) plus menyerahkan uang setoran yang disepakati. Perusahaan tidak peduli berapa banyak uang yang didapatkan Crew selama perjalanan yang penting pulang dengan setoran penuh dan solar penuh. Sebagian bus malam ada juga yang menerapkan sistem ini, sehingga jangan heran kalo banyak penumpang sarkawian. Bus setoran rata-rata cepat rusak karena Crew asal bawa saja, yang penting setoran terpenuhi dan ngantongi uang sebanyak-banyaknya dengan cara yang kadang tidak etis (misalnya memeras / menipu penumpang).

4. Sistem Komisi dengan Target. Dengan Sistem ini Crew mendapatkan uang komisi (persentase) tertentu berdasarkan jumlah penumpang / jumlah uang yang didapatkan setiap rit / setiap PP dengan target tertentu. Misalnya kalo dapat 1 juta maka Crew dapat 15 persen, kalo dapat lebih maka kelebihannya itu komisinya 10 persen. Sistem ini lazim dipakai bis bumel dan Patas yang mempunyai nama / reputasi bagus. Dengan sistem ini Crew biasanya berusaha mengejar target yang ditentukan. Bahkan sebisa mungkin bisa melebihi target penumpang yang ditetapkan agar bisa mendapatkan komisi lebih besar.

5. Sistem Komisi Murni. Sistem ini lazim dipakai oleh bus Wisata. Crew mendapatkan komisi sekian persen dari tarif yang dikenakan untuk satu hari sewa. Misalnya harga sewa per hari 3 juta maka Crew mendapatkan sekian persen dari harga / tarif tersebut. Umumnya Crew lebih senang bila tujuan wisatanya lebih jauh dan hari sewanya lebih panjang karena pendapatannya akan makin banyak pula. Crew tidak perlu mengejar target karena ongkos sewa sudah ditetapkan perusahaan. Crew tinggal mendapatkan persentasenya saja. Biaya BBM ditanggung perusahaan (bisa dengan sistem dropping atau dilos).

6. Sistem Komisi Tidak Murni. Sistem ini juga lazim diterapkan di bus wisata. Crew mendapatkan misalnya 60 persen dari uang sewa, sementara perusahaan mendapatkan 40 persen. Seluruh biaya BBM selama perjalanan dibebankan kepada Crew. Dengan sistem ini bis wisata akan berjalan lemot agar hemat BBM (pengeluaran diirit-irit).

7. Sistem Gaji Tetap Plus Komisi atau Gaji Tetap Tanpa Komisi. Sistem Gaji Tetap tanpa Komisi misalnya diterapkan di Busway. Crew ibaratnya sopir pribadi / perusahaan yang hanya terima gaji sesuai kesepakatan. Sistem Gaji Tetap dengan Komisi diterapkan oleh beberapa PO Wisata, dimana selain dapat Gaji Tetap Crew juga mendapatkan komisi sekian persen ketika bisnya disewa. Bila bisnya tidak jalan maka Crew hanya dapat gaji bulanannya saja. Demikian kurang lebih sistem penggajian yang berlaku di PO-PO yg ada di Indonesia. Di lapangan sering terjadi kekaburan / kerancuan penggunaan istilah Premi dan Komisi, tetapi intinya kurang lebih seperti yang saya jelaskan di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar